Pelangi berjalan langkahnya menapak
berirama mengikuti garis-garis blok trotoar. Tiba-tiba angin bertiup kencang
meniup debu-debu jalanan dengan refleks Pelangi menutupi matanya dengan tangan.
Angin masih berhembus dari sela-sela jarinya Pelangi mengintip, sebuah kantong
plastik berwarna merah terbang melewati sisi kanan ke kiri jembatan lalu
terbang ke bawah jembatan.
Langit mulai bergemuruh,
bintik-bintik kecil gelap mulai muncul diatas aspal semakin lama semakin
memenuhi jalanan. Matahari yang bersinar terang mulai meredup cahayanya.
Padahal baru beberapa jam yang lalu matahari bersinar dengan terik menembus
kulit. Langit cerah tanpa awan kini dipenuhi awan kelabu. Gemuruh langit dan
tetesan deras air mulai mengguyur.
Pengendara mobil dengan tenang
melanjutkan perjalanannya sesekali penyeka kaca depan mobil berkibas
kanan-kiri. Para pemotor mulai menepi dibawah atap-atap ruko, memakai jubah
berwarna sebelum melanjutkan perjalanannya, adapula sebagian yang terus melaju
menembus tetesan air yang tak terhingga. Sedangkan para pejalan kaki mulai
berlarian mencari tempat teduh, ada pula yang mulai membuka payung-payung
mereka.
Dibawah atap tak berdinding
orang-orang berdiri berlindung dari derasnya hujan, walau angin masih dapat
bertiup disela-sela mereka. Pelangi
berdiri diantara mereka orang-orang yang sedang menunggu. Matanya yang menatap
layar telepon genggam sesekali terangkat menatap arah datangnya kendaraan.
Lampu-lampu kuning bersinar, jalanan tak seramai sebelumnya, sekarang hanya
didominasi oleh mesin roda empat walau sesekali pengemudi berjubah juga
melintas.
“Gua masih dihalte kejebak hujan”
ucap seorang pria dengan tas laptop beristirahat dipundaknya setengah berteriak
dengan telepon genggam ditangan. Matanya menatap derasnya hujan, ada kekesalan,
kepanikan, dan kepasrahan dimatanya.
Seorang perempuan disamping Pelangi
menghela napas, “Kapan berhenti?” ucapnya. Tangannya terjulur menyentuh aliran
air yang terjatuh. Tangannya yang menyentuh jatuhnya air seolah sedang
mengelus, menenangkan hujan yang tak kunjung berhenti. Entah dari sebelah mana
terdengar seseorang bekata “Semoga engga banjir.”
Dari jauh sekelompok anak-anak
beseragam putih merah tanpa payung berlarian dengan sepatu dalam tentengan
mereka saling mengejar satu sama lain. Mereka berlari melewati Pelangi dalam
tawa mereka tak mempedulikan fakta bahwa tak ada satu titik pun ditubuh mereka
yang kering. Dengan sengaja mereka berlari dan melompat kerah genangan-genangan
air.
Angin berhembus menjatuhkan dedaunan
hijau yang telah menua. Dalam aliran arus air sebuah daun mengapung diatasnya
menuju gorong-gorong. Daun tersebut terus berenang terbawa arus bersama
debu-debu jalan hingga akhirnya perjalanannya terhenti, sebuah
tumpukan-tumpukan sampah menghalangi jalannya beserta benda-benda lainnya.
Tak lama sebuah bus biru berhenti.
Seorang kondektur berteriak “Troposfer! Tujuan menuju troposfer!” Sambil
berlari menghindari basahnya hujan Pelangi melangkah naik kedalam bus. Di
belakangnya pintu tertutup, Pelangi melangkah menelusuri lorong bus matanya
mencari-cari kursi kosong. Di area tengah bus terdapat sebuah kursi kosong, disampingnya
seseorang dengan jaket ungu duduk menatap keluar jendela “Hujan protes engga
hujan protes, manusia tuh pengennya apa sih?” Ucapnya. Bus melaju, meninggalkan
atap tak berdinding itu. Sebuah plang tepampang di bagian depannya bertuliskan Bumi. ( 13 Mei 2019 )
Tidak ada komentar :
Posting Komentar