Laman

Rabu, 24 Juli 2019

I am (not) beautiful


In early twenties I was starting to more interest with make up, in second or third year of senior high school first make up product I like is eyeliner and sometimes using baby powder. In early year of university my interest on make up level up to lipcream/lipstick and facepowder, then to blush and macara (actually I don't have any blush product so I only use my lipstick then upgrade using eyeshadow) my interest still level up to the point I actually buy an eyeshadow pallet. Every time I am in mood to dress up I will do my makeup, or when I hangout, go to campus and special occasions I'll using makeup.

E'id Mubarak last month when I at relative house one of my aunts said. "You became beautiful now you start using makeup" It is compliment yet somehow I feel insulted. Those words then somehow opening my eyes. I realize something that I am not beautiful according people standard. I knew it long time ago. Therefore, I admit that I was obsess to become beautiful. I actually ashamed to say to the other that I'm obsess to become beautiful, because I fee I am not beautiful. My mind was shallow at that time. My beauty standard is having white skin. So in senior high school I start taking care of my skin, I start using face mask, sunscreen, moisturizer which is contain whitening effect. Every items that claim will make my skin white I try it. Fortunately, my shallow standard didn't drive me to the point using harmful skin care which is usually contain hydroquinone or mercury, skin care that according other people review and result in real life proven works because I doubt of its safety. Can you imagine if you use it your skin will become white and pale and flwaless while your body still tan, then if you aren't using it your skin will became the same color (and maybe more worse) as before use it just inshort period of time.

I admit that I want became beautiful so I will attract opposite sex, it start when I was in junior high school. Actually I am quite envy of others, well not envy for long period just for a moment sometimes when talking about boys especially about crush or boyfriends. I envy with the others having boyfriend or male attract to them. I also want relationship of boyfriend-girlfriend. I want male attract to me so I feel beautiful. But, now I realize how shallow my though, how narrow minded I am. I also re-thinking why I want a boyfriend, is it because I want to love and be loved or is it because I want taking of advantages of having boyfriend? you know free ride, free food something like that. Hahaha

I love makeup even though all of my interest start because my narrow minded but I know I'm using make up for my own satisfy now. I use it because I love makeup and I want to do experiment using make up. Eid Mubarok last month make me realize that, I know I am not beautiful in people standard but I am beautiful in my standard and it is enough as long as my own self feeling that I am beautiful. I won't deny it is nice when people giving praises, but I am not someone who easily flattered. Well, as for male I won't focusing to them anymore, I won't desperate, daydreaming for having boyfriend and I won't active seek for them. I just will enjoy my times as usually. Since I know what I am looking is someone who make me comfortable when I am with that person not someone who I NEED to love.

Senin, 01 Juli 2019

Gula-Gula Kapas

Sweet melts
Soft in touches

              Mesin berputar menghasilkan serat-serat manis, terus berputar hingga awan terbentuk. Awan dengan berbagai warna. "Ah, aku ingin mencobanya, sungguh warna yang menggoda.
              Rasa bahagia yang tak pernah aku bayangkan. Gula kapas dikarnaval. Betapa lembut untuk disentuh tapi rapuh. Merah mudalah warnamu. Menemaniku dalam karnaval yang singgah sesaat/ Rasa manis yang melelehkan menemani sepanjang hari dari komedi putar hingga puncak bianglala. Aku tahu kau tak akan bertahan lama. Karnaval masih disini tapi kau telah menghilang meninggalkan rasa manis yang larut bersama dengan waktu. Gula kapas dengan manis yang melelehkan.

Senin, 13 Mei 2019

CerPen : Hujan

Cerita pendek ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia.



Pelangi berjalan langkahnya menapak berirama mengikuti garis-garis blok trotoar. Tiba-tiba angin bertiup kencang meniup debu-debu jalanan dengan refleks Pelangi menutupi matanya dengan tangan. Angin masih berhembus dari sela-sela jarinya Pelangi mengintip, sebuah kantong plastik berwarna merah terbang melewati sisi kanan ke kiri jembatan lalu terbang ke bawah jembatan.
Langit mulai bergemuruh, bintik-bintik kecil gelap mulai muncul diatas aspal semakin lama semakin memenuhi jalanan. Matahari yang bersinar terang mulai meredup cahayanya. Padahal baru beberapa jam yang lalu matahari bersinar dengan terik menembus kulit. Langit cerah tanpa awan kini dipenuhi awan kelabu. Gemuruh langit dan tetesan deras air mulai mengguyur.
Pengendara mobil dengan tenang melanjutkan perjalanannya sesekali penyeka kaca depan mobil berkibas kanan-kiri. Para pemotor mulai menepi dibawah atap-atap ruko, memakai jubah berwarna sebelum melanjutkan perjalanannya, adapula sebagian yang terus melaju menembus tetesan air yang tak terhingga. Sedangkan para pejalan kaki mulai berlarian mencari tempat teduh, ada pula yang mulai membuka payung-payung mereka.
Dibawah atap tak berdinding orang-orang berdiri berlindung dari derasnya hujan, walau angin masih dapat bertiup disela-sela mereka.  Pelangi berdiri diantara mereka orang-orang yang sedang menunggu. Matanya yang menatap layar telepon genggam sesekali terangkat menatap arah datangnya kendaraan. Lampu-lampu kuning bersinar, jalanan tak seramai sebelumnya, sekarang hanya didominasi oleh mesin roda empat walau sesekali pengemudi berjubah juga melintas.
“Gua masih dihalte kejebak hujan” ucap seorang pria dengan tas laptop beristirahat dipundaknya setengah berteriak dengan telepon genggam ditangan. Matanya menatap derasnya hujan, ada kekesalan, kepanikan, dan kepasrahan dimatanya.
Seorang perempuan disamping Pelangi menghela napas, “Kapan berhenti?” ucapnya. Tangannya terjulur menyentuh aliran air yang terjatuh. Tangannya yang menyentuh jatuhnya air seolah sedang mengelus, menenangkan hujan yang tak kunjung berhenti. Entah dari sebelah mana terdengar seseorang bekata “Semoga engga banjir.”
Dari jauh sekelompok anak-anak beseragam putih merah tanpa payung berlarian dengan sepatu dalam tentengan mereka saling mengejar satu sama lain. Mereka berlari melewati Pelangi dalam tawa mereka tak mempedulikan fakta bahwa tak ada satu titik pun ditubuh mereka yang kering. Dengan sengaja mereka berlari dan melompat kerah genangan-genangan air.
Angin berhembus menjatuhkan dedaunan hijau yang telah menua. Dalam aliran arus air sebuah daun mengapung diatasnya menuju gorong-gorong. Daun tersebut terus berenang terbawa arus bersama debu-debu jalan hingga akhirnya perjalanannya terhenti, sebuah tumpukan-tumpukan sampah menghalangi jalannya beserta benda-benda lainnya.
Tak lama sebuah bus biru berhenti. Seorang kondektur berteriak “Troposfer! Tujuan menuju troposfer!” Sambil berlari menghindari basahnya hujan Pelangi melangkah naik kedalam bus. Di belakangnya pintu tertutup, Pelangi melangkah menelusuri lorong bus matanya mencari-cari kursi kosong. Di area tengah bus terdapat sebuah kursi kosong, disampingnya seseorang dengan jaket ungu duduk menatap keluar jendela “Hujan protes engga hujan protes, manusia tuh pengennya apa sih?” Ucapnya. Bus melaju, meninggalkan atap tak berdinding itu. Sebuah plang tepampang di bagian depannya bertuliskan Bumi. ( 13 Mei 2019 )