Laman

Senin, 13 Mei 2019

CerPen : Hujan

Cerita pendek ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia.



Pelangi berjalan langkahnya menapak berirama mengikuti garis-garis blok trotoar. Tiba-tiba angin bertiup kencang meniup debu-debu jalanan dengan refleks Pelangi menutupi matanya dengan tangan. Angin masih berhembus dari sela-sela jarinya Pelangi mengintip, sebuah kantong plastik berwarna merah terbang melewati sisi kanan ke kiri jembatan lalu terbang ke bawah jembatan.
Langit mulai bergemuruh, bintik-bintik kecil gelap mulai muncul diatas aspal semakin lama semakin memenuhi jalanan. Matahari yang bersinar terang mulai meredup cahayanya. Padahal baru beberapa jam yang lalu matahari bersinar dengan terik menembus kulit. Langit cerah tanpa awan kini dipenuhi awan kelabu. Gemuruh langit dan tetesan deras air mulai mengguyur.
Pengendara mobil dengan tenang melanjutkan perjalanannya sesekali penyeka kaca depan mobil berkibas kanan-kiri. Para pemotor mulai menepi dibawah atap-atap ruko, memakai jubah berwarna sebelum melanjutkan perjalanannya, adapula sebagian yang terus melaju menembus tetesan air yang tak terhingga. Sedangkan para pejalan kaki mulai berlarian mencari tempat teduh, ada pula yang mulai membuka payung-payung mereka.
Dibawah atap tak berdinding orang-orang berdiri berlindung dari derasnya hujan, walau angin masih dapat bertiup disela-sela mereka.  Pelangi berdiri diantara mereka orang-orang yang sedang menunggu. Matanya yang menatap layar telepon genggam sesekali terangkat menatap arah datangnya kendaraan. Lampu-lampu kuning bersinar, jalanan tak seramai sebelumnya, sekarang hanya didominasi oleh mesin roda empat walau sesekali pengemudi berjubah juga melintas.
“Gua masih dihalte kejebak hujan” ucap seorang pria dengan tas laptop beristirahat dipundaknya setengah berteriak dengan telepon genggam ditangan. Matanya menatap derasnya hujan, ada kekesalan, kepanikan, dan kepasrahan dimatanya.
Seorang perempuan disamping Pelangi menghela napas, “Kapan berhenti?” ucapnya. Tangannya terjulur menyentuh aliran air yang terjatuh. Tangannya yang menyentuh jatuhnya air seolah sedang mengelus, menenangkan hujan yang tak kunjung berhenti. Entah dari sebelah mana terdengar seseorang bekata “Semoga engga banjir.”
Dari jauh sekelompok anak-anak beseragam putih merah tanpa payung berlarian dengan sepatu dalam tentengan mereka saling mengejar satu sama lain. Mereka berlari melewati Pelangi dalam tawa mereka tak mempedulikan fakta bahwa tak ada satu titik pun ditubuh mereka yang kering. Dengan sengaja mereka berlari dan melompat kerah genangan-genangan air.
Angin berhembus menjatuhkan dedaunan hijau yang telah menua. Dalam aliran arus air sebuah daun mengapung diatasnya menuju gorong-gorong. Daun tersebut terus berenang terbawa arus bersama debu-debu jalan hingga akhirnya perjalanannya terhenti, sebuah tumpukan-tumpukan sampah menghalangi jalannya beserta benda-benda lainnya.
Tak lama sebuah bus biru berhenti. Seorang kondektur berteriak “Troposfer! Tujuan menuju troposfer!” Sambil berlari menghindari basahnya hujan Pelangi melangkah naik kedalam bus. Di belakangnya pintu tertutup, Pelangi melangkah menelusuri lorong bus matanya mencari-cari kursi kosong. Di area tengah bus terdapat sebuah kursi kosong, disampingnya seseorang dengan jaket ungu duduk menatap keluar jendela “Hujan protes engga hujan protes, manusia tuh pengennya apa sih?” Ucapnya. Bus melaju, meninggalkan atap tak berdinding itu. Sebuah plang tepampang di bagian depannya bertuliskan Bumi. ( 13 Mei 2019 )